Itulahsatu cerita dari sembilan cerita tentang kasih sayang ibu kepada anaknya. Kasih sayang ibu seperti mentari, hanya memberi dan tak berharap kembali Hairi Yanti, Balikpapan Gaya bahasa yang terdapat di cerpen tersebut adalah : 1. "Setelah dua hari menyisir bangunan-bangunan" Pada kutipan di atas terdapat Majas personifikasi.
Kasihsayang seorang kakak yang sungguh besarnya kepada adik yang ia cintai. Hanya karena kesalahan seorang kakak dimasa kecil yang di tanggung oleh adiknya guna melindungi kakak yang ia sayangi. Cinta seorang kakak kepada adiknya hingga rela menyuramkan masa depannya demi adik dalam meneruskan pendidikan dengan cara menjajahkan tubuhnya
Kesembilan setiap kau menelpon, kau selalu bilang, "aku sayang kamu", "aku kangen kamu", kemudian, plashhhhhhhh, hilang. Saat aku minta kamu untuk menjemput aku dari sebuah lokasi yang berjarak 2 jam dari tempatmu, kau hanya bilang, jauh ah, malas.
Iya Bu, terima kasih," Tak lama kemudian ibu datang ke kamarku dan memberitahu kalau Kak Fakhri sudah menungguku di ruang tamu. Sampai ku rasa siap, aku pun langsung menemui Kak Fakhri di ruang tamu. "Hai Kak, maaf ya mesti nunggu," "Alah, biasa aja, bentar doang kok, udah siap? Berangkat sekarang yuk?" "Ayok, bentar Kak, pamit sama Ibu dulu ya,"
CerpenTentang Kasih Sayang Ibu Terhadap Anaknya, Singkat dan Menyentuh Hati. Dok. dum dum Terdengar suara benda keras dari arah kamar sebelah, aku pun memastikan ke sumber suara. Tampak kaki adik bungsu menendang dinding kamar dengan marah, air bening bergulir dari kelopak mata. "Kenapa, Dik?" tanyaku penasaran.
KasihIbu Tak Batas Waktu Seorang anak bertengkar dengan ibunya & meninggalkan rumah. Saat berjalan ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Ia melewati sebuah kedai bakmi. Ia ingin sekali memesan semangkok bakmi karena lapar.
KasihSayang Ibu. Di sebuah desa, hiduplah seorang ibu bernama Ratih. Ratih tinggal bersama anak perempuannya yang bernama Lia. Suaminya telah meninggal saat Lia masih kecil. Sejak saat itu, Ratih berperan sebagai ibu sekaligus ayah untuk Lia. Ratih bekerja keras membanting tulang setiap hari. Ia sangat menyayangi putrinya itu.
oI5MG0e. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Aku mempunyai seorang kakak yang bernama Risa. Waktu aku kecil, kami sering bermain bersama bahkan bertengkar karena memperebutkan mainan. Ibu selalu memarahi kak Risa karena ia jarang mengalah untuk memberikan mainannya kepadaku dan setelah itu kak Risa selalu memarahiku karena menurutnya ibu lebih sayang kepadaku. Ibu dan ayahku pergi untuk selamanya pada aku berumur 15 tahun dan kak risa umur 17 tahun. Mereka mengalami sebuah kecelakaan di jalan tol ketika ingin menjemput kami dirumah nenek. Pada saat itu lah banyak masalah menghampiri kehidupan itu dimulai ketika kakakku mulai terjebak pergaulan bebas di dalam masa remajanya. Ia sering pulang malam, main bersama banyak laki-laki, minum minuman keras. Aku mulai merasa jengkel terhadap kelakuannya yang semakin membuatku pusing. Hingga suatu saat, aku menjumpai kakakku mengambil uang di dompetku dan dipergunakan untuk main ke diskotik bersama teman-temannya. Padahal uang tersebut adalah uang tabunganku yang sengaja aku kumpulkan untuk biaya sehari-hari tapi ternyata kak Risa memakainya untuk hal yang tidak benar. Aku sangat marah terhadapnya, aku sempat memintanya untuk mati agar tidak menyusahkan hidupku, aku mulai benci dan tidak ingin berbicara kepadanya. Suatu ketika, aku mengalami pusing yang sangat amat sakit dan tidak dapat aku tahan. Aku mencari gejala-gejala yang ku miliki lewat internet dan aku mendapati kalau gejala yang ku punya menjurus ke kanker. Karena aku penasaran, aku langsung menuju rumah sakit kanker yang ada di daerahku. Aku menjalani test darah dan scan untuk memastikan semuanya. Ternyata benar, aku menghidap penyakit kanker dengan stadium yang cukup parah. Aku kacau, aku tidak bisa berfikir jernih. Kehidupan dirumah sangat tidak teratur. Kakakku makin berani untuk meminum minuman keras dan merokok di rumah. Ketika aku mengalami mual, ternyata di dalam kamar mandi ada kakakku yang sedang merokok. Aku langsung menggedor-gedor pintu kamar mandi karena aku tidak dapat menahannya lagi. Kakakku kaget dan langsung keluar kamar mandi saat aku memuntahkannya. Dia kebingungan apa yang telah terjadi padaku. Akhirnya, topi yang selama ini aku pakai untuk menutupi kepalaku yang mulai botak karena terapi kanker dibuka olehnya. Dia sangat terkejut dan menangis dengan keras. Dia menyesal atas perbuatannya selama ini yang selalu acuh dan terpengaruh oleh pergaulan. Setelah kejadian itu, Kak Risa merawatku dengan penuh kesabaran. Dia memandikanku persis seperti waktu dulu kami kecil. Ia memberikan aku semangat dan arti kakak yang selama ini aku butuhkan. Sosok seorang kakak yang bisa membimbing aku, mengajari aku banyak hal, melindungi aku dengan sepenuhnya. Aku kaget bukan main ketika melihat ia memotong rambutnya sama seperti ku dan dia bilang kalau dia tidak ingin aku merasakannya sendirian. Aku salah, sempat memintanya untuk pergi dan mati dari hidup ini. Aku merasakan kebahagianku yang lengkap setelah kejadian ini. Aku berharap dia akan terus seperti ini walaupun aku sudah tidak ada lagi. Lihat Cerpen Selengkapnya
Ada sebuah peristiwa yang terjadi pada sebuah desa kecil, suatu ketika ada seorang ibu yang penuh kasih pergi ke kota besar, setelah kembali ke rumah dirinya berubah total dari sebelumnya. Semula ibu ini sangat mengasihi puterinya, tak peduli seberapa larut pun anaknya pulang rumah, dia akan menunggu untuk membuatkan makanan enak dan diantarkan ke hadapan anaknya. Akan tetapi sejak pulang dari kota besar, sang ibu berubah dan tidak mau lagi mengurus anaknya, biar pun anaknya pulang sangat larut malam, sang ibu tidak pernah mengindahkannya, bahkan tidak memasak lagi di rumah. Ketika sang anak merasa lapar dan memberitahukan pada sang ibu, dia hanya menjawab dengan nada dingin “Kamu sudah besar, apakah masih belum bisa masak sendiri?” Dari itu, sang anak berpikir bahwa sang ibu tidak sayang padanya lagi, lalu timbul perasaan tidak senang dan benci pada sang ibu, dia mulai mencuci pakaian sendiri, menata kamar sendiri, saat lapar memasak sendiri, semua urusan harus dikerjakan sendiri, sebab biar pun dirinya merasa lelah, haus, lapar atau mengantuk, sang ibu tidak pernah memperdulikannya. Dalam hati dia beranggapan kalau sang ibu sudah tiada. Tak seberapa lama kemudian, sang ibu pun meninggal dunia, selama selang waktu ini, sang anak sudah jauh hubungannya dengan sang ibu, bahkan bersikap dingin dan seakan bermusuhan, sehingga kematian ibunya tidak membawa dampak kesedihan sama sekali pada dirinya. Selanjutnya ayahnya kimpoi kembali, setelah ibu tirinya tinggal di rumah mereka, dia merasa ibu tirinya sangat baik padanya, paling tidak masih menyisakan sedikit lauk dan nasi baginya, setelah lelah seharian tidak perlu memasak sendiri, jadi hubungan dengan ibu tirinya masih terhitung cukup harmonis. Sang anak belajar dengan keras dan akhirnya berhasil dalam ujian masuk perguruan tinggi. Akan tetapi dikarenakan kondisi ekonomi keluarga tidak baik, maka dia tidak ada dana untuk membayar uang kuliah, ketika sedang diliputi kecemasan, ayahnya menyerahkan sebuah kotak kecil kepadanya dan memberitahukan kalau sebelum ibunya meninggal dunia ada berpesan agar pada saat menemui kondisi paling sulit, baru boleh menyerahkan kotak ini kepadanya. Sang anak menerima kotak ini dari ayahnya, ketika dibuka ternyata di dalamnya ada setumpuk uang dengan selembar surat di sampingnya. Dalam surat tersebut tertulis pesan ibunya Anakku, kali itu ketika ibu pergi ke kota, sebetulnya ibu pergi memeriksakan kesehatan tubuh, setelah dilakukan pemeriksaan, barulah ibu tahu kalau ibu terkena kanker dan sudah stadium akhir, saat itu ibu hampir-hampir tidak bisa berdiri lagi. Ibu bukan khawatir akan diri ibu, akan tetapi ibu khawatir akan dirimu. Ibu berpikir jika ibu sudah tiada, bagaimana dengan dirimu nanti? Kamu masih kecil, bagaimana kamu bisa melanjutkan hidup? Bagaimana menghadapi masa depanmu? Dari itu, sepulangnya ibu ke rumah, ibu bersikap dingin kepadamu dan ingin kamu mengerjakan sendiri semuanya, juga tidak peduli lagi padamu agar kamu membenci ibu, dengan demikian sesudah ibu sudah tidak ada di dunia ini lagi nanti, kamu tidak akan diliputi dengan kesedihan. Anakku, walau ibu tidak pernah bertanya padamu, namun di dalam hati ibu sebetulnya tetap mengkhawatirkan dirimu, setiap kali kamu pulang larut malam, walau ibu tidak membuka pintu untuk melihat dirimu, namun ibu tetap menunggumu pulang. Ketika kamu pulang dengan tubuh lelah dan perut lapar, ibu membiarkanmu masak sendiri, sebab ibu berharap sesudah ibu tiada nanti, kamu bisa menjaga diri. Dulu ibu mengerjakan semuanya untukmu, namun sesudah ibu tiada nanti, siapa lagi yang akan menjagamu? Segala sesuatu di kemudian hari harus bergantung pada dirimu sendiri. Ibu berlaku buruk padamu, bahkan tidak memasakkan nasi untukmu dan semua pekerjaan harus kamu lakukan sendiri, maka dengan demikian ketika nanti ayahmu kimpoi kembali, kamu akan berpikir bahwa ibu baru akan lebih baik dari ibu, sehingga kalian akan dapat berhubungan dengan baik dan hari-harimu akan lebih mudah dilalui. Dalam kotak ini ada uang 5000 dolar yang diberikan nenek kepada ibu, sebetulnya ini adalah uang berobat ibu, namun ibu tidak rela menggunakannya, ibu tinggalkan untukmu dengan harapan ketika nanti kamu masuk perguruan tinggi dan membutuhkan uang, kamu dapat menggunakannya. Sekarang, ibu meminta bantuan ayah untuk menyampaikannya kepadamu. Air mata segera mengaburkan mata sang anak, juga mengaburkan sepasang mata kita yang membaca kisah ini, kasih ibu terhadap anak sungguh tanpa pamrih dan penuh akal budi, mana mungkin ada ibu yang tidak mengasihi anaknya? Ketika dia harus menahan perhatian dan kasih dalam hatinya kepada anak, harus berusaha keras untuk memperlihatkan wajah dingin kepada anaknya, saya sungguh sulit membayangkan, betapa menderitanya perasaan ibu ketika itu, namun demi perkembangan anak yang lebih baik dan kehidupan anak yang lebih berbahagia di masa mendatang, ibu rela menerima segala kesedihan, bahkan tidak menyesal untuk membiarkan sang anak salah paham terhadapnya. Namun apakah sebagai anak, kita mau memahami isi hati ibu? Teringat pernah sekali, di dalam sebuah lift bertemu dengan seorang anak, ketika ibunya dengan sabar membimbingnya, anak ini terlihat tidak sabaran dan mengeluhkan kalau ibunya cerewet, bahkan marah-marah dan meminta ibunya agar tutup mulut. Ibunya juga marah, namun tetap menahan diri dengan terus meminum air mineral di tangannya, pada saat ini sang anak sama sekali tidak sadar akan betapa sedihnya hati ibunya. Cinta kasih harus dirasakan dengan kesungguhan hati, ketika kita membantah ayah dan ibu kita, mengapa kita tidak menyadari kalau sepatah perkataan penuh emosi kita telah pun menyebabkan luka mendalam di dalam hati ayah dan ibu. Ketika ayah dan ibu sedang memberi bimbingan kepada kita, apakah kita dapat menyadari betapa besarnya hati kasih orangtua kepada anak? Atau kita menganggap ayah dan ibu tidak senang melihat kita dan selalu mencari masalah pada diri kita. Ketika ibu memukul dan memarahi kita, apakah itu benar-benar disebabkan karena ibu tidak menyukai kita? Pernah mendengar seorang ibu berkata demikian Anak-anak tersayang, tidak semua ibu dapat berbuat seperti yang kalian harapkan, kalian semestinya mau mengerti akan tindakan ibu kalian dan jangan pernah menyalahkannya. Saya percaya, ibu kalian dan termasuk ayah kalian akan mencintai kalian selama-lamanya, tak peduli metode apa yang dipergunakan, mereka akan tetap berdiri di sisi kalian untuk selama-lamanya, tetap berharap kalian agar kalian cepat tumbuh dewasa dan nantinya dapat berbuat lebih banyak bagi negara dan masyarakat. Benar sekali, ibu selalu mengasihi kita, mengapa kita masih saja meragukannya? Apakah kita tahu kalau di mata ibu, kita selama-lamanya adalah anak-anak, biar pun kita telah berusia 80 tahun dan punya banyak anak cucu, ibu kita tetap mengkhawatirkan diri kita apakah pakaian yang dikenakan sudah cukup hangat, apakah di malam hari tubuh ada ditutup selimut dengan baik, apakah ada makan kenyang, dan seterusnya. Kasih ibu adalah sedemikian besar dan tanpa pamrih, bagaikan sumber air yang terus mengalir deras tanpa pernah berhenti. Akan tetapi, bilakah kita sebagai anak dapat benar-benar memahami akan isi hati ibu? Pernah ada orang yang mengumpamakan kasih ibu bagaikan tanaman bunga di tepi jalan, tiada orang yang peduli, tiada orang yang merawat, tiada orang yang memberi perhatian, namun tak peduli dalam cuaca bertopan, hujan deras atau hawa dingin membeku, asalkan ada sedikit sinar mentari dan embun hujan, dia akan tetap tumbuh dan berbunga lebat. Jangan lagi mengenyampingkan tali kasih ini, kasih ibu tiada pamrih dan kita perlu secepatnya memahaminya dengan sepenuh hati, merasakannya dengan sepenuh hati dan membalas budi luhurnya dengan sepenuh hati. “Pohon ingin tetap tenang, namun angin terus berhembus; anak ingin berbakti, namun orangtua sudah tiada”, pastikan penyesalan seperti ini jangan sampai terjadi dalam kehidupan kita ini. Kita harus tahu bahwa ketika kita membuka pintu rumah dan memanggil “Ibu”, masih ada orang orang yang menyahut adalah suatu hal yang sangat membahagiakan. Dari itu, marilah kita menghargai kasih sayang termurni dan paling sulit diperoleh di dunia ini, kita juga harus membalas budi luhur ibu dengan cinta kasih kita yang paling tulus.
Cerpen Karangan Celine JkKategori Cerpen Keluarga Lolos moderasi pada 20 October 2021 Di sebuah desa, hiduplah seorang ibu bernama Ratih. Ratih tinggal bersama anak perempuannya yang bernama Lia. Suaminya telah meninggal saat Lia masih kecil. Sejak saat itu, Ratih berperan sebagai ibu sekaligus ayah untuk Lia. Ratih bekerja keras membanting tulang setiap hari. Ia sangat menyayangi putrinya itu. Ratih tak ingin Lia hidup kekurangan. Suatu hari, Ratih dan Lia sedang menyantap sarapan seperti biasanya. Tapi ada yang aneh dengan sikap Lia. Ia tampak tak berselera makan. Ratih menyadari sikap anaknya itu. Ia pun bertanya. “Kenapa kamu terlihat tak berselera makan?” tanya Ratih. “Aku sedang bosan makan sayur. Aku ingin makan yang lain,” kata Lia. “Makanlah apa yang ada sekarang. Masih banyak diluar sana orang yang tidak bisa makan seperti kita,” Ratih memberi nasihat pada Lia. “Iya bu,” kata Lia. Ia pun menghabiskan makanannya meski tidak berselera. Setelah sarapan, Lia pamit menuju sekolah. Sedangkan Ratih berangkat untuk berjualan di pasar. Matahari bersinar dengan terik. Pasar yang tadinya penuh sesak kini sudah sepi pengunjung. Sudah waktunya Ratih membereskan jualannya dan pulang ke rumah. Saat berjalan pulang, Ratih melihat penjual ayam goreng di dekat pintu masuk pasar. Ia teringat akan Lia. Ia takut Lia tidak ingin makan jika hanya ada sayur di rumah. Ratih tidak setega itu membiarkan Lia kelaparan. Ia memutuskan untuk membeli ayam goreng untuk Lia. Sesekali tak apa, pikirnya. Ia yakin Lia akan senang melihat apa yang dia bawa. “Lia, coba lihat apa yang ibu bawa!” seru Ratih pada Lia. Lia yang merasa dipanggil menoleh ke arah Ratih. Lia langsung tersenyum senang ketika melihat apa yang dibawa oleh Ibunya. “Ayam goreng!” teriak Lia senang. “Sekarang kamu siapkan piring dulu. Ibu ingin ganti baju sebentar,” kata Ratih memberikan bungkusan ayam goreng itu pada Lia. Lia menerimanya dengan sukacita. “Siap bu,” kata Lia semangat. Ia bergegas mengambil piring dan nasi lalu mulai makan. Ratih tersenyum melihatnya. Meskipun hanya sepotong ayam namun bisa membuat Lia tersenyum. “Ibu mau?” tanya Lia pada Ratih yang hanya memandanginya tanpa ikut makan. “Tidak, habiskan saja,” jawab Ratih tersenyum. Lia pun menghabiskan makanannya dengan lahap. “Ayamnya enak sekali. Ibu memang yang terbaik,” kata Lia memeluk Ibunya. Ratih membalasnya dengan pelukan hangat. Sungguh besar kasih sayang Ratih pada Lia. Hanya Lia yang Ia punya. Ratih senang jika Lia dapat bertumbuh dengan baik, walaupun tanpa seorang ayah. Beberapa tahun kemudian, Lia bertumbuh menjadi gadis yang cantik dan pintar. Setiap hari ia rajin belajar. Saat lulus SMA, Lia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di kota untuk meraih cita-citanya. Karena usahanya, Ia berhasil mendapatkan beasiswa di kota. Lia sudah mempersiapkan semua dengan baik sampai hari keberangkatannya ke kota. Ratih mengantar kepergian Lia hingga terminal bus. “Bu, aku pamit ya. Doakan aku,” pamit Lia. “Ibu akan selalu mendoakanmu. Maaf ibu tidak bisa memberimu uang. Ibu hanya bisa membawakanmu bekal makanan,” kata Ratih memeluk Lia. Lia membalas pelukan Ratih dengan erat. “Tidak apa-apa. Ibu selalu jaga kesehatan ya,” kata Lia. Tak lama, bus yang akan ditumpanginya pun tiba. Lia melambaikan tangan pada Ratih saat bus mulai berjalan. Sementara Ratih yang menyaksikan kepergian Lia ke kota merasa bangga sekaligus sedih. Ia bangga karena Lia bisa pergi ke kota untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Tetapi ia sedih karena Lia akan meninggalkannya seorang diri. Tapi rasa sedihnya tidak lebih besar dari rasa bangganya. Di kota, Lia belajar dengan sungguh-sungguh. Pada tahun awalnya tinggal di kota, Ia masih sering memberi kabar pada ibunya. Tapi lama kelamaan Lia mulai sibuk dan jarang memberi kabar. Ratih yang khawatir pun menelepon Lia. “Halo, Lia?” kata Ratih saat telepon baru terhubung. “Halo ibu? Ada apa?” balas Lia. “Ibu hanya khawatir terjadi sesuatu padamu. Kamu sudah lama tidak menelpon ibu,” kata Ratih, “Apa ibu mengganggumu?” tanyanya. “Tidak juga. Aku baik-baik saja,” jawab Lia, “Sudah dulu ya bu, ada yang harus aku kerjakan,” “Ya sudah, jaga kesehatanmu dan jangan lupa makan,” kata Ratih. “Ya bu,” jawab Lia sebelum mengakhiri panggilan telepon itu. Panggilan yang biasanya lebih lama. Kini menjadi sesingkat itu karena Lia sibuk berkuliah sekaligus bekerja paruh waktu. Ratih hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Lia. Begitulah waktu berlalu. Sampai tiba waktunya Lia lulus kuliah. Lia lulus dengan nilai yang baik dan mendapat pekerjaan di perusahaan besar di kota. Semenjak bekerja Lia semakin sibuk dan sangat jarang menelepon Ratih. Mungkin sebulan hanya sekali atau dua kali. Itu pun Ratih yang menelepon lebih dulu. Langit sudah gelap. Lia baru saja menyelesaikan pekerjaan di kantornya. Saat perjalanan pulang, Lia melihat seorang ibu yang menjual gorengan. Ibu itu terlihat lelah karena berjualan keliling sambil menggendong anaknya yang masih kecil. Lia yang merasa kasihan menghampiri ibu itu. Ia membeli beberapa gorengan yang belum terjual. Ibu itu berterima kasih karena Lia membeli gorengan yang dijualnya. Melihat ibu itu, Lia jadi teringat Ratih di desa. Sudah lama Lia tidak menghubungi Ratih. Ia rindu Ibunya dan kampung halamannya. Lia berencana akan pulang ke desa akhir pekan nanti. Tiba saatnya akhir pekan. Lia pulang ke desanya. Tak banyak yang berubah di desanya selama Ia ke kota. Rumahnya pun masih sama seperti dulu. Lia mengetuk pintu rumahnya. Tak lama pintu terbuka. Ratih keluar dari rumah. Tanpa aba-aba Lia segera Ibunya. “Maaf ya bu, Lia baru pulang sekarang,” kata Lia menangis. Ratih yang melihatnya ikut menangis bahagia. “Ibu senang kamu pulang,” kata Ratih. “Ayo masuk, Ibu sudah masak makanan kesukaan kamu,” “Ayam goreng?” tanya Lia semangat. “Iya ayam goreng,” kata Ratih. Mereka pun makan bersama sambil melepas rindu. Lia menceritakan tentang pekerjaannya di kota. Ia juga membeli rumah sendiri dengan gajinya. Lia mengajak Ratih untuk tinggal bersama di kota. Ratih dengan senang hati menerima ajakan Lia. Ia senang dapat tinggal bersama-sama lagi dengan Lia. Cerpen Karangan Celine jk Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 20 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpen Kasih Sayang Ibu merupakan cerita pendek karangan Celine Jk, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Jangan Lupakan Kami, Ayah Oleh Halimah Sari Hembusan angin terasa saat sore hari menjelang. Ku lihat seseorang duduk termenung di sebuah kursi panjang di bawah pohon. Aku mulai mengira-ngira apa yang ia sedang pikirkan saat ini, Kalibata, 2012 Part 1 Oleh Ahmad Salman Al-Makkiy Gelap memenuhi langit, sang rembulan mengintip malu di balik awan malam yang pekat. Bintang tak terlihat berpendar di atas sana. Sunyi memenuhi rumah-rumah penduduk, hampir seluruh penghuninya telah terlelap, Anak Durhaka Oleh Gabriella Putri Evrilia, SMPN 1 Puri Pada suatu hari hiduplah seorang janda tua yang bernama sumiati, dia memiliki seorang anak perempuan yang diberi nama Yesika berumur 17 tahun. Mereka tinggal di sebuah gubuk kecil yang Teori Bahagia Oleh Leteesha Marthina Tahukah kamu apa yang bisa membahagiakan seseorang? Untuk para pengusaha, mungkin bahagia adalah saat omzetnya sampai puluhan atau ratusan juta per bulan. Untuk bapak-ibu guru, mungkin bahagia saat anak My Destiny Part 3 Oleh Nisrina Delia Rosa Esoknya, aku bangun dari tidurku yang panjang. Kulihat jam, jam 6 pagi! Untung aku bangun jam segini, soalnya hari ini aku akan mulai sekolah! Aku langkahkan kakiku keluar kamar. “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?†"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"